Sabtu, 18 Mei 2013

Persis Menolak Keras Pasal Santet Dalam RUU KUHP


Pemerintah Republik Indonesia saat ini tengah mengajukan persoalan kejahatan ilmu hitam santet kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat agar diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP).

Dalam rancangan tersebut dikemukakan bahwa seseorang yang berupaya menawarkan kemampuan magisnya bisa terancam pidana lima tahun penjara.

Aturan tersebut diatur dalam Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus dicantumkan dalam Pasal 293 Berikut ini kutipan pasal yang mengatur tentang santet dan ilmu hitam lainnya itu:


"(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;

(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga."

Sementara dalam penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan itu dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic) yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.

Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).

Persoalan ini lantas menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat dan para ulama. Prof. M. Abdurrahan, MA Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) menyatakan dengan keras menolak pasal santet itu.

 Menurutnya santet itu tidak ada dan kalau dijadikan hukum  pidana maka akan sangat sulit sekali mencari alat buktinya.

“Persis sangat menolak Undang Undang tentang santet. Santet itu syirik.  UUD untuk para penyantet itu sulit, apalagi mencari alat buktinya. Kalau ada orang yang meninggal terus orang menuduh  itu akibat santet, bagaimana buktinya?” kata Prof. M Abdurrahman, MA

Prof. M Abdurrahman, MA menilai jika pemerintah mengajukan pasal ini, maka cara berpikir pemerintahan kembali ke zaman dulu. Pemerintah menurutnya seolah  ingin memaksakan kepada masyarakat agar percaya santet, padahal santet itu tidak ada, dan ini sangat sesat.

Ia mengatakan Persis sendiri telah lama membahas masalah kejahatan ilmu hitam ini dalam keputusan Sidang Dewan Hisbah tahun 2001 dalam pembahasan Hukum Magic dan kedugalan.

0 komentar:

Posting Komentar